Menanggulangi Degradasi Moral Remaja
Ilmu dan teknologi terus berkembang
sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia. Pola kehidupan pun semakin
bergeser pada pola kehidupan yang
semakin universal. Suatu masalah yang sering kali muncul di masyarakat adalah
seputar permasalahan kenakalan remaja, pendidikan, dan pergaulan masyarakat
yang kurang atau bahkan tidak baik sehingga munculah istilah degradasi moral.
Degradasi dapat diartikan sebagai
penurunan suatu kualitas. Degradasi moral remaja dapat diartikan bahwa moral
remaja pada saat ini terus menerus mengalami penurunan kualitas atau degradasi
dan tampak semakin tidak terkendali. Penurunan kualitas moral terjadi dalam
segala aspek mulai dari tutur kata, cara berpakaian hingga perilaku. Degradasi
moral remaja merupakan salah satu masalah sosial yang perlu mendapat perhatian
baik dari orang tua secara khusus serta masyarakat atau pemerintah pada umumnya
terutama perhatian dalam hal agama sehingga dapat menamengi pengaruh buruk
globalisasi.
Faktor modernisasi dan globalisasi
sangat berpengaruh pada degradasi moral remaja pada saat ini. Globalisasi
menuntut kesiapan mental dari masyarakat. Ketidak siapan mental menimbulkan
kelengahan akan bahaya globalisasi yang timbul . Bahaya tersebut secara tidak
sadar bukan dihindari tetapi diikuti oleh para remaja di masyarakat kita. Efek
tersebut misalnya seperti maraknya penyimpangan di berbagai norma kehidupan,
baik agama maupun sosial, yang terwujud dalam bentuk-bentuk perilaku antisosial
seperti tawuran, pencurian, pembunuhan, penyalah gunaan narkoba, penganiayaan,
pemerkosaan, serta perbuatan amoral lainnya. Oleh karena itu, sangat diperlukan
adanya pemahaman, pendalaman, serta ketaatan terhadap ajaran-ajaran agama Islam.
Kenyataannya para remaja yang melakukan kejahatan sebagian besar kurang
memahami norma-norma agama, bahkan mungkin lalai menunaikan kewajibannya
terhadap Allah SWT.
Degradasi moral remaja secara nasional
dapat dilihat dari pemberitaan media masa seperti perilaku yang salah yang
dilakukan oleh remaja di Bandar Lampung dan Samarinda: “ Sebanyak 28,8 persen
remaja di Bandar lampung melakukan seks bebas. Perilaku ini membuat mereka
berpotensi terserang human immunodeficiency virus (HIV) ”. Demikian
dikemukakan Dwi Hafsah Handayani, S.Psi. dalam semiloka Kesehatan Reproduksi
Remaja di Hotel Marcopolo.
Dari permasalahan permasalahan yang
timbul seperti contoh di atas, akan muncul pertanyaan apa yang harus dilakukan
untuk mengatasi masalah tersebut agar tidak berlarut larut?
Sebenarnya moral itu berkembang mulai
dari bayi hingga akhir hayat, namun moral akan menjadi baik apabila pada saat
moral berkembang diiringi dengan menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang akan
membentuk karakter anak. Dalam pembentukan karakter tersebut perlu ditanamkan
moral yang meluhurkan peradaban, kemanusiaan serta prinsip-prinsip moral dan
ilmu pengetahuan. Dari sini dapat kita pahami bahwa pembentukan moral seorang
anak dimulai dari lingkungan atau masyarakat yang paling kecil yaitu rumah atau
keluarga.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Buqhori yang artinya:
“Setiap
anak dilahirkan atas fitrah (kesucian agama yanhg sesuai dengan nalurinya),
sehingga lancar lidahnya, kedua orang tuanya-lah yang menjadikan dia beragama
yahudi, Nasrani, atau Majusi”(HR. Buqhori).
Dari maksud hadits tersebut dapat diambil
sebagai landasan bahwa keluaga-lah yang dapat membekali anak-anaknya tentang
nilai-nilai yang diperlukan. Nilai dan norma itulah yang akan menjadi pegangan
atau sebagai benteng rohaniah yang tangguh.
Pembiasaaan-pembiasaan yang ditanamkan
anak sejak usia dini akan membentuk karakter anak seiring usia perkembangannya.
Pembiasaan ini dapat berupa pendidikan agama, budaya, sopan santun, tanggung
jawab dan lain-lain. Kebiasaan ini akan melekat dan menjadi pondasi bagi
kepribadian anak hingga dia dewasa. Dengan pondasi yang kuat, akan membentuk
kepribadian yang kuat. Dengan mental dan pribadi yang kuat maka dia dapat
mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
Berikut ini beberapa aspek yang dapat
menanggulangi degradasi moral remaja.
1. Aspek
pendidikan formal atau lingkungan sekolah. Pendidikan yang lebih menekankan
kepada bimbingan dan pembinaan perilaku konstruktif, mandiri dan kreatif
menjadi faktor penting, karena melatih
mental dan moral remaja menuju terbentuknya pribadi yang memiliki daya
ketahanan pribadi dan sosial dalam yang berlaku dalam lingkungan remaja itu
sendiri berikut lingkungan sosialnya.
2. Aspek
lingkungan keluarga, jelas memberi andil yang signifikan terhadap berkembangnya
pola perilaku menyimpang para remaja, karena proses penanaman nilai-nilai
bermula dari dinamika kehidupan dalam keluarga itu sendiri dan akan terus
berlangsung sampai remaja dapat menemukan identitas diri dan aktualisasi
pribadinya secara utuh. Remaja akan menentukan perilaku sosialnya seiring
dengan maraknya perilaku remaja seusianya. Oleh karenanya, peranan orang tua
termasuk sanak keluarga lebih dominan di dalam mendidik, membimbing, dan
mengawasi serta memberikan perhatian lebih sedini mungkin terhadap perkembangan
perilaku remajanya.
3. Aspek
lingkungan pergaulan seringkali menuntut dan memaksa remaja harus dapat
menerima pola perilaku yang dikembangkan remaja. Hal ini sebagai kompensasi
pengakuan keberadaan remaja dalam kelompok. Maka, perlu diciptakan lingkungan
pergaulan yang kondusif, agar situasi dan kondisi pergaulan dan hubungan sosial
yang saling memberi pengaruh dan nilai-nilai positif bagi aktifitas remaja
dapat terwujud.
4. Aspek
penegakan hukum atau sanksi. Ketegasan penerapan sanksi mungkin dapat menjadi shock
teraphy (terapi kejut) bagi remaja yang melakukan tindakan-tindakan yang
menyimpang. Ini dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, kepolisian dan
lembaga lainnya.
5. Aspek
sosial kemasyarakat. Terciptanya relasi-relasi sosial yang baik dan serasi di
antara warga masyarakat sekitar, akan memberi implikasi terhadap tumbuh dan
berkembangnya kontak-kontak sosial yang dinamis, sehingga muncul sikap saling
memahami, memperhatikan sekaligus mengawasi tindak perilaku warga terutama
remaja di lingkungannya. Hal ini tentu sangat mendukung terjalinnya hubungan
dan aktifitas remaja yang terkontrol.
6. Yang
terahir tidak kalah pentingnya lagi adalah aspek keagamaan. Pembinaan agama
bagi remaja dalam menjalankan ibadah tau kewajiban beragama. Dalam upaya
mewujudkan generasi remaja yang penuh dengan kepatuhan terhadap syariat ajaran
agama Islam, untuk mencegah perilaku yang menyimpang salah satu diantaranya
adalah solat. Firman Allah SWT., dalam QS. Al-Ankabut [29]: 45 sebagai berikut:
ã@ø?$# !$tB zÓÇrré& y7øs9Î) ÆÏB É=»tGÅ3ø9$# ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (
cÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìs3ZßJø9$#ur 3
ãø.Ï%s!ur «!$# çt9ò2r& 3
ª!$#ur ÞOn=÷èt $tB tbqãèoYóÁs? ÇÍÎÈ
“Sesungguhnya
sholat itu dapat mencegah dari pperbuatan keji dan munkar... (QS. Al-Ankabut
[29]: 45)
Daftar
Referensi
Sahrani,
Sohari, dkk. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
Sudarsono.
2005. Etika Islam Tentang Kenakalan remaja. Jakarta: PT. Rineka Cipta
0 comments
Post a Comment