ISTILAH-ISTILAH DALAM FIQIH

ISTILAH-ISTILAH DALAM FIQIH
Disusun untuk memenuhi tugas 03
Karya Tulis Ilmiah
Dosen pengampu: Agus Sutiyono, M.Ag


Disusun oleh: Kuwatno      (133511009) 

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014



ISTILAH-ISTILAH DALAM FIQIH
Dalam membicarakan hukum-hukum Fiqih, akan sering kita jumpai beberapa istilah-istilah di dalamnya di antaranya adalah sebagai berikut:
1.    FARDHU
Fardhu adalah sesuatu yang secara tegas dituntut oleh syara’ supaya dilaksanakan, yang apabila dilaksanakan maka mendapat pahala, dan bila ditinggalkan maka berdosa. Contohnya, ialah puasa. Syari’at Islam menyuruh kita dengan tegas supaya melakukan puasa.
2.    WAJIB
Dalam madzab as-Syafi’i RH, wajib sama persis dengan fardhu, tidak ada perbedaan sama sekali di antara keduanya, selain dalam masalah haji. Dalam masalah haji, wajib ialah amalan yang tidak menentukan sahnya haji. Dengan kata lain, bila amalan itu ditinggalkan maka tidak berarti hajinya itu batal atau tidak sah. Contohnya, melempar jumrah, ihram dari miqat dan wajib-wajib haji lainnya. Jadi, seorang yang beribadah haji bila tidak melakukan wajib-wajib tersebut, maka hajinya tetap sah, sekalipun tidak sempurna. Dan atas ditinggalkannya wajib-wajib tersebut, dia berkewajiban membayar denda (fidyah), yaitu menyembelih kambing. Sedang fardhu dalam masalah haji, ialah amalan yang menentukan sahnya haji. Dengan kata lain, apabila amalan itu ditinggalkan maka hajinya batal dan tidak sah. Contohnya ialah, wuquf di ‘Arafah, thawaf ifadhah dan fardhu-fardhu haji lainnya. Jadi, apabila orang tidak menunaikan fardhu-fardhu tersebut, maka hajinya batal.

3.    FARDHU ‘AIN
Fardhu ‘ain ialah fardhu yang dituntut secara tegas agar dilaksanakan oleh setiap orang mukallaf, seperti shalat, puasa, dan haji bagi orang yang mampu. Ibadah-ibadah ini wajib dilaksanakan oleh setiap orang mukallaf, orang-perorang, dan tidak cukup dilaksanakan oleh sebahagian orang-orang mukallaf, sedang yang lain tidak.
4.    FARDHU KIFAYAH
Ialah fardu yang disuruh laksanakan oleh masyarakat Islam, bukan oleh orang-perorang dari mereka. Maksudnya, apabila telah dilaksanakan oleh sebahagian mereka, maka cukuplah, sedang yang lain-lain tidak berdosa lagi. Adapun bila tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka mereka seluruhnya berdosa dan durhaka. Contohnya, menyelenggarakan dan menyalati mayit. Apabila ada seseorang di antara kaum muslimin meninggal dunia, maka mereka berkewajiban memandikannya, membungkusnya, menyalatinya, kemudian menguburkannya. Apabila pekerjaan ini telah dilaksanakan oleh sebagian kaum muslimin, maka terlaksanalah sudah maksud perintah Allah. Akan tetapi, apabila tidak ada seorang pun yang menunaikannya, maka mereka seluruhnya durhaka dan berdosa, karena tidak menunaikan fardhu kifayahnya.
5.    RUKUN
Rukun ialah apa yang wajib kita lakukan, sedang ia merupakan bagian dari pekerjaan yang sebenarnya. Contohnya membaca surat al-Fatihah, ruku’ dan sujud dalam shalat. Semua ini disebut rukun.
6.    SYARAT
Yaitu sesuatu yang wajib dilakukan, tetapi tidak termasuk bahagian dari pekerjaan yang sebenarnya, jadi hanya termasuk pendahuluan-pendahuluannya saja. Contohnya ialah wudlu, masuknya waktu shalat, dan menghadap kiblat. Semua ini berada di luar shalat yang sebenarnya, dan merupakan pendahuluan. Namun demikian, untuk sahnya shalat, harus dilakukan. Pekerjaan-pekerjaan ini disebut syarat.
7.    MANDUB
Mandub ialah sesuatu yang dituntut oleh syara’ melakukannya, tetapi dengan tuntutan yang tidak tegas, yang dengan demikian akan diperoleh pahala apabila dilakukan, tetapi tidak mengakibatkan dosa apabila ditinggalkan. Contohnya shalat Dhuha, shalat Tahajjud, puasa enam hari pada bulan syawal dan lain-lain. Ibadah-ibadah ini, apabila tidak kita lakukan, maka kita tidak mendapat hukuman atass meninggalkannya. Mandub disebut pula sunnah, mustahab, tathawwu’ dan nafilah.
8.    MUBAH
Yakni sesuatu yang dikerjakan ataupun tidak, sama saja. Karena syara’ tidak menyuruh kita meninggalkannya, dan tidak pula menyuruh melakukannya, bahkan memberi kebebasan kepada kita untuk meninggalkannya atau melakukannya. Dan oleh karenanya, apabilaperkara mubah dilakukan ataupun ditinggalkan, maka tidak menyebabkan diperolehnya pahala maupun dosa. Contohnya ialah, seperti yang difirmankan Allah Ta’ala:
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah. (Q.S. Al-Jumu’ah: 10).
Maksud ayat ini, bahwa bekerja sesudah melakukan shalat Jum’at adalah mubah. Jadi yang mau bekerja boleh, dan tidak juga boleh.
9.    HARAM
Ialah sesuatu yang secara tegas, syara’ menuntut kita meninggalkannya. Dengan demikian, apabila ditinggalkan, dikarenakan patuh kepada perintah Allah, maka akan diperoleh pahala, sedang bila dilakukan maka berdosa. Contohnya membunuh.
Allah Ta’ala berfirman: Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. (Q.S. Al-Isra’: 30).
Contoh lain ialah, mengambil harta orang lain dengan cara tidak benar.
Allah Ta’ala berfirman: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil. (Q.S. al-Baqarah: 188).
Jadi, apabila seseorang melakukan sesuatu di antara hal-hal yang diharamkan tersebut di atas, maka ia berdosa dan patut dihukum. Sedang apabila ia meninggalkannya itu dia kan memperoleh pahala. Haram disebut pula mahzhur, ma’shiat dan dosa.
10.    MAKRUH
Makruh ada dua macam: Makruh Tahrim dan Makruh Tanzih. Makruh tahrim: ialah makruh yang secara tegas kita tuntut oleh syara’ untuk meninggalkannya, akan tetapi tuntutan itu tidak setegas haram. Dengan demikian, apabila makruh jenis ini ditinggalkan, dikarenakan mematuhi perintah Allah Ta’ala, maka akan diperoleh pahala, sedang bila dilakukan maka diancam hukuman, sekalipun tidak seberat hukuman atas melakukan perkara haram. Contohnya, melakukan shalat Sunnah Mutlak di kala terbitnya matahari, atau di kala terbenamnya. Shalat seperti ini adalah Makruh tahrim.
Adapun makruh tanzih ialah makruh yang secara tidak tegas syara’ menuntut supaya diotinggalkan, yang dengan demikian apabila kita tinggalkan, dikarenakan mematuhi perintah Allah, maka kita mendapat pahala, sedang apabila kita lakukan, kita tidak diancam hukuman. Contohnya, berpuasa pada hari ‘Arafah bagi orang yang sedang melakukan haji. Apabila orang itu tidak berpuasa dikarenakan mematuhi perintah agama, maka dia mendapat pahala. Sedang apabila dia berpuasa, maka tidak mendapat hukuman.
11.    ADA’ (MEMBAYAR TUNAI)
Yaitu melakukan ibadah tepat pada waktunya telah ditentukan oleh syara. Yakni, seperti berpuasa Ramadhan di bulan Ramadhan, dan seperti melakukan shalat Zhuhur tepat pada waktunya yang telah ditentukan oleh syara’.

12.    QADHA’ (MEMBAYAR UTANG)
Maksudnya, melakukan yang diwajibkan di luar waktunya yang telah ditentukan oleh syara’. Yaitu, seperti orang yang berpuasa Ramadhan pada selain bulan Ramadhan, karena pada bulan itu dia terlanjur tidak melakukannya; atau melakukan shalat zhuhur pada selain waktunya yang telah ditentukan oleh syara’, karena telah terlewat.
Qadha’ wajib hukumnya, baik terlewatnya ibadah itu karena uzur ataupun tanpa uzur. Perbedaannya, bahwa terlewatnya ibadah tanpa uzur mengakibatkan dosa, sedang terlewatnya karena uzur, tidak mengakibatkan dosa.
Allah Ta’ala berfirman: Maka barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (Q.S. al-Baqarah: 185).
Maksudnya, barangsiapa berbuka puasa dikarenakan adanya suatu halangan, seperti sakit atau melakukan perjalanan jauh, maka wajiblah ia mengqadha’ puasa yang telah dia lewatkan, sesudah bulan Ramadhan berlalu.
13.    I’ADAH (MENGULANG)
 Yang dimaksud mengulang di sini ialah melakukan sekali lagi ibadah, masih dalam waktunya, dikarenakan mengharap diperolehnya tambahan keutamaan. Yaitu, seperti orang yang melakukan shalat Zhuhur sendirian, kemudian menyaksikan jama’ah. Maka disunnatkanlah baginya mengulangi shalat Zhuhurnya, supaya memperoleh pahala jama’ah.
14.    THAHARAH
Thaharah menurut bahasa berarti “bersih” sedangkan menurut syara’ adalah bersih dari hadast dan najis. Bersuci karena hadats hanya dibagian badan saja. Hadats ada dua macam yaitu; hadast besar dan hadast kecil. Menghilangkan hadast besar dengan mandi atau tayamum sedangkan menghilangkan hadast kecil dengan cara berwudhu atau tayamum. Bersuci dari najis berlaku pada badan, pakaian dan tempat. Cara menghilangkannya harus dicuci dengan air suci dan mensucikan.
15.    SHALAT
Sholat menurut bahasa berarti “doa”, sedangkan menurut syara’ berarti menghadapkan jiwa dan raga kepada Allah SWT karena taqwa hamba kepada Tuhannya, mengungkapkan kebesaran-Nya dengan khusyuk dan ikhlas dalam bentuk perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut cara-cara dan syarat-syarat yang telah ditentukan.
16.    I’TIKAF
Menurut lughah, i’tikaf berarti berdiam diri, yakni tetap di atas sesuatu. Sedangkan secara istilah ialah berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunatkan untuk dikerjakan setiap waktu, lebih diutamakan pada bulan Ramadhan, khususnya ppada hari kesepeuluh yang terakhir untuk mengharapkan datangnya lailatul qodar.
17.    SHIYAM (PUASA)
Menurut bahasa, shiyam berarti “menahan diri”, sedangkan menurut istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari karena perintah Alloh semata, dengan disertai niat dan syarat-syarat tertentu.
18.    ZAKAT
Secara lughatkata zakat berarti suci dan subur. Sedangkan secara istilah zakat berarti mengeluarkan sebagian dari harta benda atas perintah Alloh sebagai shodaqoh wajib kepada mereka yang telah ditetapkan  menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum Islam. Zakat dibedakan menjadi dua yakni; zakat fithrah dan zakat mal.
19.    HAJI
Haji ditinjau dari segi bahsan bermakna menyengaja untuk mengunjungi. Sedangkan secara istilah menuurut para ‘alim ‘ulama haji berarti mengunjungi Ka’bah untuk beribadah kepada Allah dengan rukun-rukun tertentu dan beberapa syarat tertentu serta bebera kewajibannya dan mengerjakannya dalam waktu tertentu. Haji merupakan rukun Islam yang kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan apabila ia telah memenuhi syarat dan kewajiban untuk naik haji  sekali dalam hidup.
20.    MUNAKAHAT (NIKAH)
Nikah artinya adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim yang menimbulkan hak dan kewajiban antara keduannya. Dalam pengertian yang luas, pernikahan adalah merupakan suatu ikatan lahir antara dua orang, laki-laki dan perempuan, untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syari’at Islam.
21.    WARIS
Waris dalam arti bahasa Indonesia adalah pusaka, yakni harta benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Pembagian itu sering disebut Faraidl, yang artinya pembagian pusaka bagi yang berhak menerimanya.

Suber :
Rifa’i, Mohammad. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: CV. Toha Putra.

                                                                   

0 comments

Post a Comment