ISLAM DI JAWA DAN PENGARUHNYA
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Islam dan Kebudayaan Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, M.Si
Oleh :
Indah Khaerunnisa (133511007)
Kuwatno (133511009)
Yuli Sagita (133511010)
Nikmatul Ngazizah (133511017)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eksitensi Islam yang masih memberi pengaruh kuat pada
sebagian besar masyarakat Jawa, meskipun dunia sudah banyak berubah karena
adanya era globalisasi, menunjukkan pengaruh Islam yang sangat kuat ada dalam
diri masyarakat Jawa. Pengaruh ini lebih dikenal dengan nama aliran kebatinan.
Pada proses Islamisasi di tanah Jawa yang dimotori
oleh kaum sufi, dihadapkan dengan pengaruh kepercayaan Hindu-Budha yang sudah
sangat mengakar dan kokoh dalam kebudayaan masyarakat Jawa. Islam tampil sebagai
suatu agama yang fleksibel dan dapat berbaur dengan kebudayaan masyarakat Islam
pada umumnya. Inilah mengapa Islam cepat diterima oleh masyarakat Jawa dan
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kebudayaan Jawa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
Islam di Jawa dan
pengaruhnya pada masa Kerajaan Hindu-Budha?
2. Bagaimana
Islam di Jawa dan
pengaruhnya pada masa Kerajaan Islam?
3. Bagaimana
Islam di Jawa dan
pengaruhnya pada masa Indonesia Modern?
C. Tujuan
1.
Mengetahui Islam di Jawa dan pengaruhnya pada masa Kerajaan
Hindu-Budha.
2.
Mengetahui Islam di Jawa dan pengaruhnya pada masa Kerajaan Islam.
3.
Mengetahui Islam
di Jawa dan
pengaruhnya pada masa Indonesia Modern.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Islam dan Pengaruhnya pada Masa Kerajaan Hindu-Budha
Agama
Islam umumnya berkembang baik di kalangan
masyarakat orang Jawa. Hal ini tampak nyata pada bangunan-bangunan khusus untuk
tempat beribadat orang-orang yang beragama Islam. Sejak masuk di Jawa, Islam
bertemu dengan nilai-nilai Hindu-Budha yang sudah mengakar kuat di masyarakat.
Pada
umumnya dapat dikatakan bahwa daerah-daerah yang paling sedikit di
Hindhu-Budhakan, disitulah yang paling dapat diislamkan secara mendalam. Demikian
pula sebaliknya, di daerah-daerah yang paling meresap dan intensif
ke-Hindhu-Budha-anya, maka paling dangkal corak keislamannya. Para wali justru
berdakwah di Pulau Jawa, suatu masyarakat yang pengaruh Hindhu-Budha-nya paling
mendalam dan paling sulit berasimilasi. Karena itu, tidak mengherankan jika
dalam dakwahnya, para wali masih berupaya meninggalkan corak Islam yang
sekretis, kejawen, dan ke-Hindhu-Budha-an.
Adapun
cara-cara yang dipakai para wali dalam menghadapi budaya lama (Hindhu-Budha) itu adalah:
1. Menjaga,
memelihara (keeping) upacara-upacara, tradisi-tradisi lama, contoh menerima
upacara tingkeban, mitoni;
2. Menambah
(addition) upacara-upacara, tradisi-tradisi lama dengan tradisi baru, contoh
menambah perkawinan jawa dengan akad nikah secara Islam;
3. Menginterprestasi
tradisi lama ke arah pengertian yang baru atau menambah fungsi baru
(modification) terhadap budaya lama, contoh wayang di samping sebagai sarana
hiburan juga sebagai sarana pendidikan;
4. Menurunkan
tingkatan status atau kondisi sesuatu (devaluation) dari budaya lama, contohnya
status dewa dalam wayang diturunkan derajatnya dan diganti dengan Allah;
5. Mengganti
(exchange) sebagian unsur lama dalam suatu tradisi dengan unsur baru, contoh slametan atau kenduren
motivasinya diganti;
6. Mengganti
secara keseluruhan (subtitution) tradisi lama dengan tradisi baru ,contoh
sembahyang di kuil diganti dengan sembahyang di masjid sehingga tidak ada unsur
pengaruh Hidhu di masjid.
7. Menciptakan
tradisi, upacara baru (creation of new ritual) dengan menggunakan unsur lama,
contoh penciptaan gamelan dan upacara sekaten;
8. Menolak
(negation) tradisi lama, contoh penghancuran patung-patung Budha di candi-candi
sebagai penolakan terhadap penyembahan patung. [1]
Di
Jawa penyebaran agama Islam harus berhadapan dengan dua jenis lingkungan budaya
Kejawen, yaitu lingkungan budaya istana (Majapahit) yang telah menjadi canggih
dengan mengolah unsur-unsur Hinduisme dan budaya pedesaan (wong cilik) yang
tetap hidup dalam kegelapan animisme-dinamisme dan hanya lapisan kulitnya saja
yang terpengaruh Hinduisme. Dari perjalanan sejarah pengalaman di Jawa tampak
bahwa Islam sulit diterima dan menembus lingkungan budaya Jawa istana yang
telah canggih dan halus itu. Bahkan, dalam cerita Babad Tanah Jawa diterangkan
bahwa Raja Majapahit menolak tidak mau menerima agama baru. Bila raja tidak mau
atau menolak, tentu tidak akan mudah Islam masuk dalam lingkungan istana. Dalam
keadaan demikian, tampaknya para penyebar agama Islam lebih menekankan
kegiatannya dalam lingkungan masyarakat pedesaan, terutama di daerah-daerah
pesisiran dan pedesaan. Ternyata Islam diterima secara penuh oleh masyarakat
pedesaan sebagai peningkatan budaya intelektual mereka.[2]
Ada
dua hal yang perlu dicatat sehubungan dengan adanya islamisasi di Jawa.
Pertama, agama Hindu, Budha, dan kepercayaan lama telah berkembang lebih dahulu
jika dibandingkan dengan agama Islam. Agama Hindu dan Budha dipeluk oleh elit
kerajaan, sedangkan kepercayaan asli yang bertumpu pada animisme dipeluk oleh
kalangan awam. Walau ketiganya berbeda, tetapi semuanya bertumpu pada suatu
titik. Semuanya kental dengan nuansa mistik dan berusaha mencari sangkan
paraning dumadi dan mendambakan manunggaling kawula gusti. Kedua, meskipun
masih diperdebatkan kapan Islam masuk ke Jawa, tetapi Islamisasi besar-besaran
baru terjadi pada abad ke-15 dan ke-16 dengan ditandai jatuhnya Majapahit.[3]
Menjelang
berakhirnya dinasti atau pemerintahan Mahapahit, pengaruh agama Islam semakin
meluas, M.C. Ricklefs menguraikan negara-negara baru yang menganut agama Islam,
tidak hanya menciptakan wangsa-wangsa atau kerajaan-kerajaan baru saja, tetapi
juga sebuah warisan budaya yang beraneka ragam. [4]
B. Islam di Jawa dan Pengaruhnya pada Masa Kerajaan Islam
Perjalanan dakwah Islam di Jawa mengalami proses yang
cukup panjang dan unik. Islam di Jawa
berhadapan dengan budaya dan tradisi sastra Hindu-Kejawen yang mengakar, sangat
dalam dan kokoh. Dalam peralihan dari kerajaan Jawa-Hindu ke kerajaan
Jawa-Islam tidaklah lepas dari peranan ulama sufi, yang dikenal sebagai wali
tanah Jawa (Walisongo).[5]
Berdirinya
kerajaan Jawa-Islam Demak dipandang sebagai zaman peralihan, dari zaman
Kabudhan (tradisi Hindu-Budha) ke zaman Kewalen (Islam). Peralihan ini
bukan berarti penghapusan kebudayaan dan agama warisan (Hindu-Budha), tetapi
lebih merupakan Islamisasi (pengislaman) atau penyesuaian dengan ajaran Islam.[6]
Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa, memegang
peran penting dalam pengembangan agama Islam. Sastra Jawa yang notabene-nya
perpaduan dengan Hindu-Budha, kemudian mendapat masukan baru dari
unsur-unsur Islam. Sastra Jawa semakin indah dan berkualitas dengan unsur-unsur
Islam, lahirnya sastra jawa berupa : serat suluk, serat wirid, babad, dan
primbon. Serat suluk dan serad wirid berkaitan dengan ajaran tasawuf atau mististik
dalam islam. Babad berisi tentang cerita-cerita atau kisah dalam Islam, seperti
kisah para nabi. Primbon berisi rangkuman berbagai ajaran yang berkembang dalam
tradisi Jawa, seperti ngelmu-petung, ramalan, guna-guna, ajaran Islan dan
lain-lain.[7]
Selain dalam bidang sastra, dengan diterimanya ajaran
Islam sebagai penuntun hidup yang baru di Jawa, lahirlah ragam hias baru, yaitu
kaligrafi dan stiliran. Ini ditemukan dalam prasasti berhuruf Arab pada makam
Fatimah binti Maemun. Selain itu, stiliran atau penggayaan terhadap ragam hias
binatang. Dalam ragam hias baru ini binatang sebagai motif utama digayakan
dengan menggunakan ragam hias tumbuhan sedemikian rupa. Contoh yang bagus
ditampilann sebagai panil di relief di Mantingan, Gapura B di Sendangduwur.[8]
Pengaruh Islam di Jawa juga terdapat pada bidang
Arsitektur, yaitu pada pembangunan masjid misalnya masjid Agung Demak yang
masih bergaya Hindu hanya dimodifikasi dengan nuansa Islam. Atapnya yang
terbuat dari kayu jati bersusun tiga menggambarkan kaitan antara iman, Islam
dan ihsan. Pintu masuk ke bangunan utama masjid ada lima buah, menggambarkan
rukun Islam. Sedangkan, jendelanya enam buah yng melambangkan rukun Iman.[9]
Berdirinya kerajaan Jawa Islam Mataram dengan rajanya
yang terkenal Sultan Agung Anyakrakusuma (1613-1645 M), semakin menyuburkan
kepustakaan Islam Kejawen. Sesudah kerajaan Mataram pecah, akibat perpecahan
dan perlawanan pada kompeni. Pusat kerajaan Mataram dipindahkan ke Surakarta.
Masa ini dikenal sebagai masa kegemilangan sastra Jawa dengan ditandai lahirnya
pujangga-pujangga besar seperti R. Ng. Ranggawarsito Aryo Mangkunegara IV.[10]
Pengaruh Islam yang begitu besar dalam tradisi budaya
Jawa membuat sekelompok orang untuk tetap mempertahankan aslinya, maka melalui
pengolahan Jawa melahirkan aliran-aliran kebatinan. Orang Jawa sikap hidup
selalu ditekankan pada hidup batin, seperti : sikap rila, narima, legawa,
waspada, sabar, eling, dan seterusnya. Selain itu, ritual Jawa yang dulu
diwarnai dengan pemanggilan roh-roh halus, memintah berkah pada arwah, Islam
datang dan mengubah pola hidup mistik yang ada di adat tersebut, misalnya pada
upacara slametan dan Nyadran (dilakukan pada bulan Ruwah atau Sya’ban).[11]
C. Islam di Jawa dan Pengaruhnya Pada Masa Modern
Kata “modern”,
“modernitas”, dan “modernisasi” merupakan pengertian-pengertian abstrak yang
sudah sangat populer. Dan yang lebih menonjol dari modernitas yang kita hadapi
sekarang adalah teknikalisme atau pandangan yang serba terkait dengan
teknologi. Karena adanya perang sentral teknikalisme serta bentuk-bentuk
kemasyarakatan yang terkait dengan itu, maka orang-orang menyebut zaman
sekarang sebagai “technical age”.[12] Modernisasi
berarti progress. Progress adalah dinamika , yaitu suatu
proses yang berputar terus-menerus. Modernisasi adalah pembangunan
kemampuan individu-individu supaya mereka menguasai kebendaan, supaya mereka
mampu mengatasi problematik sosial dan ekonomis, supaya mereka mampu mengatur
hidup masyarakat.
Di era modern seperti saat ini banyak aspek kehidupan di
masyarakat dunia yang mengalami perubahan, termasuk di Indonesia sendiri. Salah
satu faktor penyebannya adalah tingkat globalisasi yang semakin tinggi.
Budaya-budaya asing banyak yang masuk dan mempengaruhi kehidupan bermasyarakat
Indonesia, termasuk dalam kebudayaan. Sikap masyarakat yang
mulai menganggap remeh dan kuno budaya jawa saat ini berdampak terhadap
keterpurukan terhadap budaya tersebut. Keengganan tersebut dipicu perasaan
masyarakat yang merasa bahwa budaya jawa memiliki pola hidup dan sikap yang
kurang tepat untuk dijunjung di era globalisasi pada saat ini. Ketidakpedulian
inilah yang melatar belakangi semakin pudarnya kebudayaan jawa, mengalirnya
budaya barat di tengah masyarakat terhadap perkembangan budaya jawa yang
menjunjung tinggi nilai-nilai keluhuran.
Namun dalam perubahan budaya itu sendiri ada unsur-unsur yang
mudah berubah dan ada yang sukar berubah. Menurut Linton, dalam hal ini
kebudayaan dibagi menjadi inti kebudayaan (covert culture) dan
perwujudan kebudayaan (overt culture), bagian inti terdiri dari sistem
nilai budaya, keyakinan keagamaan yang dianggap keramat, beberapa adat yang
telah mapan dan tersebar luas di masyarakat. Bagian inti sulit berubah.
Sementara itu wujud kebudayaan seperti alat-alat atau benda-benda hasil seni
budaya, mudah untuk berubah.[13]
Jika kita menggunakan kacamata yang berdasarkan teori Linton
di atas, maka nilai budaya Islam yang sukar berubah adalah yang terkait dengan
keyakinan keagamaan dan adat istiadat. Sebagai budaya lokal, budaya jawa Islam
memilki nilai universal disamping nilai lokalnya. Berikut adalah keuniversalan
nilai budaya jawa Islam dan pengaruhnya pada masa modern:
1. Nilai
budaya yang religius magis
Nilai budaya yang religius magis akan
hidup di masyarakat penganutnya karena ada beberapa faktor penyebab yaitu nilai
spritual jawa Islam yang sinkretis, yang tidak mudah hilang dengan munculnya
rasionalitas di berbagai segi kehidupan karena diperlukan dalam menghadapi
berbagai tantangan hidup yang muncul di abad modern.[14]
Contoh nilai kebudayaan yang religius magis adalah slametan, wetonan dengan
membuat bubur abang putih agar mendapatkan keselamatan.
2. Kehidupan
Spiritual
Kehidupan spiritual dibutuhkan oleh
masyarakat modern di saat terjadi persaingan ketat yang menuntut
profesionalisme dan kualitas tinggi di berbagai bidang. Budaya modern hanya
menonjolkan logika dan materi tetapi kering dari nilai spiritual. hal ini
menyebabkan banyak orang yang merindukan ketenangan batin dan larilah mereka ke
ajaran agama dan kehidupan spiritual termasuk spiritualitas jawa Islam,
diantaranya dengan kembali pada tradisi jawa. Diantara tradisi yang dilakukan
adalah ruwatan untuk membuang sial, dan tolak bala.
Dilihat
dari kebutuhan masyarakat modern terhadap nilai optimal, maka perubahan nilai
budaya jawa Islam di era modern tampaknya lebih banyak terjadi pada budaya
fisik. Dalam realitasnya, beberapa nilai budaya seperti seni, ilmu pengetahuan,
teknologi dan gaya hidup, telah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan
masyarakat modern.
Dengan
sifat budaya Jawa yang lentur, diharapkan nilai-nilai budaya Jawa Islam yang
luhur masih dapat bertahan, sewaktu harus berhadapan dengan unsur budaya modern
yang global. Dalam komunikasi antar budaya yang pernah terjadi antara budaya
Jawa dengan budaya Hindu- Budha, Islam dan Modern, ternyata tidak menyebabkan
budaya Jawa luntur, tetapi justru diperkaya dan diperhalus, melalui proses
asimilasi maupun akulturasi.[15]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejak masuk di Jawa, Islam bertemu dengan nilai-nilai
Hindu-Budha yang sudah mengakar kuat di masyarakat.Karena itu, tidak
mengherankan jika dalam dakwahnya, para wali masih berupaya meninggalkan corak
Islam yang sekretis, kejawen, ke-Hindhu-Budha-an. Adapun
cara-cara yang dipakai itu adalah: keeping, addition, modification, devaluation, exchange, substitution, creation of new ritual, dan negation.
Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa, memegang
peran penting dalam pengembangan agama Islam. Sastra Jawa mendapat masukan baru
dari unsur-unsur Islam. Selain dalam bidang sastra, lahirlah ragam hias baru,
yaitu kaligrafi dan stiliran. Pada bidang Arsitektur, yaitu pada pembangunan
masjid misalnya masjid Agung Demak yang masih bergaya Hindu hanya dimodifikasi
dengan nuansa Islam. Pengaruh Islam yang begitu besar dalam tradisi budaya Jawa
melahirkan aliran-aliran kebatinan.
Di era modern seperti saat ini banyak aspek kehidupan di
masyarakat dunia yang mengalami perubahan, termasuk di Indonesia sendiri. Salah
satu faktor penyebannya adalah tingkat globalisasi yang semakin tinggi. Nilai budaya Islam yang sukar berubah adalah yang terkait
dengan keyakinan keagamaan dan adat istiadat. Sebagai budaya lokal, budaya jawa
Islam memiliki nilai universal disamping nilai lokalnya yaitu : nilai budaya yang
religius magis dan kehidupan
spiritual. Dilihat dari kebutuhan masyarakat modern
terhadap nilai optimal, maka perubahan nilai budaya jawa Islam di era modern
tampaknya lebih banyak terjadi pada budaya fisik. Dalam realitasnya, beberapa
nilai budaya seperti seni, ilmu pengetahuan, teknologi dan gaya hidup, telah
mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan masyarakat modern.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M.Darori.
Islam dan Kebudayaan Jawa,
Yogyakarta: Gama Media. 2000.
Djamil, H. Abdul.
Membangun Negara Bermoral Etika Bernegara dalam Naskah Klasik
Jawa-Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
2004.
Hasan, Muhammad Tholhah. Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan
Zaman. Jakarta: Lantabora Press. 2003.
Khalim, Samidi.
Islam dam Spiritual Jawa.
Semarang:
RaSAIL. 2008.
Sofwan, Ridin, dkk. Merumuskan
Kembali Interelasi Islam-Jawa. Yogyakarta:
Gama Media. 2004.
Zein, Abdul Baqir.
Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia.
Jakarta:
Gema insani Press. 1999.
BIODATA
A. Pemakalah I
Nama : Indah Khairunnisa
NIM : 133511007
Jurusan : Pendidikan
Matematika
Alamat : Desa Menguneng,
Kec. Warungasem, Kab. Batang
No
HP : 085799752065
E-mail : indah1121995@gmail.com
Riwayat
Pendidikan : SD N Menguneng
02
SMP
N 02Warungasem
SMA
N 04 Pekalongan
UIN Walisongo Semarang
B. Pemakalah II
Nama : Kuwatno
NIM. : 133511009
Jurusan/Prodi : Pendidikan Matematika
TTL. : Purbalingga, 22
Oktober 1992
Pendidikan : SD Negeri 1 Tlahab Kidul
SMP
Negeri 3 Karangreja
MA Negeri
Purbalingga
UIN
Walisongo Semarang
Alamat : Desa Tlahab Kidul Rt. 03/V kecamatan Karangreja,
KabupatenPurbalingga,
kode pos 53357
Nomor Hp. : 0857-2650-4548
Twitter : @Tata_Maths
C. Pemakalah III
Nama : Yuli Sagita
NIM : 133511010
Jurusan : Pendidikan
Matematika
Alamat : Tanggungan RT. 05
RW. 02 Wringinanom Gresik
No
HP : 085733839950
Alamat
E-mail : yulisagita1995@gmail.com
Riwayat
Pendidikan : SD N 1 Wringinanom
Gresik
SMP
N 1 Wringinanom Gresik
SMA
N 1 Wringinanom Gresik
UIN
Walisongo Semarang
D. Pemakalah IV
Nama : Nikmatul Ngazizah
NIM : 133511014
Jurusan : Pendidikan
Matematika
Alamat : Desa Batuanten RT
01 RW 2 kec.Cilongok Kab.Banyumas
No
HP : 085786749875
Alamat
E-mail : azizah_bee87@yahoo.com
Riwayat
Pendidikan : MI Ma’rif NU 1
Batuanten
MTs Ma’arif NU 1 Cilongok
MA Al-Hikmah 2 Brebes
UIN
Walisongo Semarang
[1] Ridin Sofwan, dkk., Merumuskan
Kembali Interelasi Islam-Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2004, hlm. 11-12.
[2] Ridin Sofwan, dkk.,
Merumuskan Kembali Interelasi Islam-Jawa, hlm. 32.
[3] M.Darori Amin, Islam
dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000, hlm. V.
[4] H. Abdul Djamil, Membangun
Negara Bermoral Etika Bernegara dalam Naskah Klasik Jawa-Islam, Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2004, hlm. 16.
[5] Samidi Khalim, Islam
dam Spiritual Jawa, Semarang: RaSAIL, 2008, hlm. 61.
[6] Samidi Khalim, Islam
dam Spiritual Jawa, hlm. 48-49.
[7] Samidi Khalim, Islam
dam Spiritual Jawa, hlm. 65-66.
[8] Darori Amin, Islam
dan Kebudayaan Jawa, hlm. 33.
[9] Abdul Baqir Zein, Masjid-Masjid
Bersejarah di Indonesia , Jakarta: Gema insani Press, 1999, hlm. 210.
[10] Samidi Khalim, Islam
dam Spiritual Jawa, hlm. 66-67.
[11] Samidi Khalim, Islam
dam Spiritual Jawa, hlm. 68-69.
[12] Muhammad Tholhah Hasan, Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan Zaman,
Jakarta: Lantabora Press, 2003, hlm. 244.
[13] Darori Amin, Islam
dan Kebudayaan Jawa, hlm.285-286.
[14] Darori Amin, Islam
dan Kebudayaan Jawa, hlm.286.
[15] Darori Amin, Islam
dan Kebudayaan Jawa, hlm.290.
0 comments
Post a Comment