WAYANG
Wayang, siapa yang tidak pernah
dengar ? Salah satu seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara
banyak karya budaya lainnya. Dalam rangka melestarikan budaya bangsa tersebut, Universitas
Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menggelar pentas Wayang Kulit yang
dipandegani oleh Ki Dalang Warseno Slank dengan lakon Begawan Cipto Wening pada
Sabtu malam, (10 Mei 2015) di lapangan kampus I UIN Walisongo Semarang.
Pagelaran wayang kulit dengan judul
Begawan Ciptoning mengartikan bahwa cerita pewayangan tersebut merupakan
pencerminan pendekatan manusia (hamba) dengan Tuhannya (Allah SWT). Untuk
mencapai tataran pendekatan manusia dengan Tuhannya dalam dunia pewayangan,
yaitu dengan cara gelar sebagai "Brahmana" yang juga bisa diartikan
"Pandito". Dalam bahasa Jawa Pandito dikerata basa "mapane
dipundi lan ditata". Dipundi Ilmune, ditata solah bawane. Maka sudah
jelas, untuk mencapai tujuan tersebut (pendekatan kepada Tuhan) manusia harus
membawa ilmu, khususnya ilmu keagamaan dan menata tingkah laku agar tidak
bertentangan dengan agama.
Agama adalah prenatan dari Tuhan
untuk mengatur umat manusia menuju keselamatan dunia dan akhirat. Pada nama
Ciptoning, terdiri dari kata "Cipto" dan "Wening" yang
mengandung maksud hati yang jernih. Di dalam mendekatkan diri kepada Tuhan
harus disertai hati yang jernih,
terlepas dari belenggu hawa nafsu. Manusia harus mendekatkan diri kepada Tuhan
karena manusia merupakan umat yang diciptakan paling sempurna maka, sebagai
rasa terima kasih kepada Tuhan, sudah selayaknya kalau si manusia itu sendiri
yang mendekat kepada-Nya.
Namun demikian tujuan yang baik
pasti dibarengi dengan rintangan, seperti dalam cerita Begawan Ciptoning
dilambangkan dengan "Babi Hutan". Begawan Ciptoning bisa membunuh
babi hutan yang mengganggunya, mempunyai arti bahwa kita harus bisa
mengendalikan hawa nafsu yang setiap hari selalu bertentangan dengan hati yang
suci. Walaupun demikian, Tuhan terus menguji kepada umatnya dari ujian yang
satu kemudian ujian yang lainnya lebih berat. Setelah babi hutan bisa
dilenyapkan, disusul Keratarupa yang sebetulnya juga cobaan yang lebih berat,
namun Ciptoning bisa membadarkan rupa yang sejati yang ternyata Sang Hyang Bathara
Guru.
Sudah selayaknya bila Begawan Cipto
Wening (Arjuna) mendapatkan hadiah pusaka Kyai Pasopati yang mempunyai maksud
manakala orang ingin kaya harus bekerja, kalau ingin pandai harus belajar,
kalau ingin mendapat anugerah dari dewa harus mau tapa brata (beribadah).
Beberapa nasehat dari Ki Dalang dalam
pagelaran tersebut diantaranya adalah :
a. Urip kudu biso nguripi marang wong lio, maksudnya bahwa
kita sebagai manusia yang hidup bersama-sama dengan orang lain harus bisa
bermanfaat bagi sesama karena Rasulullah sendiri juga bersabda bahwa orang yang
baik diantara kamu adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain.
b. Sing pinter ngajari marang sing bodoh, sing sugih mbiantu
sing mlarat, sing gede bisa nuntun sing cilik, maksudnya bahwa pada saat
kita diberi kedudukan oleh Alloh kedudukan yang lebih tinggi dari yang lain
maka kita tidak boleh sombong, tetap harus berbagi dengan yang lain, yang kaya
harus sadar bahwa di dalam harta kekayaan yang ia miliki terdapat hak bagi
orang miskin demikian juga yang berilmu tinggi harus menularkan atau
mengamalkan ilmunya pada orang lain, yang pemimpin harus bijaksana kebada
bawahannya dan lain sebagainya.
c. Bungah ora krono sugih dunyo bondo ananging krono syukur lan
pikir ingkang hening, maksudnya bahwa kebahagiaan itu bukanlah harta, tahta
dan kedudukan cerminannya melainkan kebahagiaan itu dapat dirasakan jika kita
senantiasa mensyukuri karunia Allah SWT.
0 comments
Post a Comment